Rabu, 15 Februari 2012


(Kabinet Indonesia Bersatu jilid II)
“Dibawah Sistem Kapitalisme, Rezim SBY-Budiono beserta partai politik Dan Elit Politik Borjuasi
Telah Gagal Dalam Mensejahterakan Rakyat”

Tepat pada tanggal 20 Oktober 2011 rezim SBY-Boediono telah berkuasaan selam 2 tahun dengan mazhab neoliberalismenya. Selama berkuasa dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, SBY-Boediono telah memperparah kondisi kemiskinan dengan menghancurkan tenaga-tenaga produktif rakyat. Hal itu dapat dilihat dari setiap regulasi dan kinerja buruk di berbagai bidang kehidupan rakyat.
Sistem Kapitalisme sebagai aternatif rezim SBY-Boediono untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat telah terlihat jelas menuai kegagalan. Sistem kapitalisme dengan segala nilai dan prakteknya hanya memberikan keleluasaan bagi kelas borjuasi untuk mengeksploitasi rakyat. Bukan kesejahteraan yang didapatkan rakyat melainkan kesengsaraan dan kemiskinan. Dan krisis kapitalisme yang masih terjadi sampai sekarang ini, telah menunjuknya rapuh dan usangnya sistem kapitalisme.
Bukan rakyat Indonesia saja melainkan rakyat dunia telah menderita atas keganasan sistem kapitalisme. Yakni akibat krisis Kapitalisme ini, pelbagai negara terlilit hutang yang begitu besar sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak populis terhadap rakyat. Pemerintahan rezim borjuasi lebih memilih penerapan kebijakan dana stimulus dan pengetatan anggaran dibanding kebijakan yang pro rakyat. Kebijakan tersebut justru telah banyak melahirkan PHK massal dan parade penganguran. Angka pengangguran secara statistik, tingkat pengangguran di Uni Eropa tertinggi dari negara Spanyol sebesar 20,5 persen, menyusul Amerika sebanyak 8,9 persen, Belanda sebanyak 4,3 persen, sedangkan negara Jepang penganguran mencapai 4,6 persen.
Modus penyelamatan krisis kapitalisme yakni memperluas daerah ekspansi dengan taktik pasar bebas atau globalisasi. Kapitalis internasional secara paksa menginjeksi dan mempengaruhi pertemuan atau forum ekonomi seperti G20, ASEAN, Pertemuan Asia-Afrika, dimana sejatinya hanya untuk kepentingan kelas pemodal. Jelas hari ini, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sasaran guna penyelamat krisis kapitalisme.
SBY-Boediono dan Kebijakan Anti Rakyat
Sebelumnya pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, SBY yang didampingi oleh Jusuf Kalla telah mengeluarkan kebijakan anti rakyat seperti UU Penanaman Modal dan UU BHP yang sejatinya bukan jawaban bagi persoalan kemiskinan rakyat Indonesia, namun sebaliknya sebagai bentuk penggadaian alat-alat produksi rakyat dan liberalisasi pendidikan nasional.
Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II SBY-Boediono meneruskan agenda neoliberalisme di Indonesia. Pada 100 hari pemerintahan rezim borjuasi telah mengeluarkan pelbagai kebijakan.diantaranya program yang dihasilkan dari pertemuan National Summit (rembuk nasional) yang dimotori oleh KADIN pada penghujung tahun 2009, yakni; 1) pengadaan tanah, alih fungsi hutan dan tata ruang. 2) Infrastruktur seperti perbaikan infrastruktur transportasi khususnya di pelabuhan besar dan peningkatan kapasitas, 3). Jaminan ketersediaan energi oleh pemerintah dengan menerbitkan perpres tentang proyek percepatan pembangunan proyek pembangkit listrik 10.000 mw tahap II, 4). Keringanan pajak bagi pengadaan energi, 5) Perbaikan skema kerjasama pendanaan pemerintah dan swasta dan Pengadaan lembaga pembiayaan infrastruktur, 5). Masalah ketenagakerjaan. Persoalan ketenaga kerjaan selalu menjadi kendala bagi kelas pemodal untuk berinvestasi seperti; persoalan Upah, Pesangon, outshorsing dan kebebasan berserikat.
Pada tahun 2010 rezim borjuasi mengeluarkan kebijakan menaikkan tarif Daya Listrik (TDL) dengan alasan ekonomis-mengalami kerugian padahal itu sama sekali tidak benar hanyalah rekayasa ekonomi politik semata untuk mendapatkan legitimasi dari mayoritas rakyat. Agenda sejatinya adalah liberalisasi di sektor energi dan bukan kepentingan rakyat. Serta sangat ironis ketika rakyat sedang dilanda kemiskinan, rezim SBY-Boediono mengeluarkan kebijakan dana talangan kepada Bank Century yang merugikan rakyat. Kasus Century membuktikan ketertundukan SBY-boediono terhadap kelas Kapitalis.
Selanjutnya liberalisasi pertanian semakin menggurita dengan pilihan model Food Estate oleh Rezim SBY-Boediono, yang mana pilihan Food Estate akan mempermudah pihak pemodal dalam berinvestasi. Maka pengembangan industri pertanian skala luas atau Food Estate sejatinya bukan diperuntukan untuk kaum tani miskin dan buruh tani, melainkan lahan pertanian yang subur akan diserahkan penguasaan dan pengelolaannya kepada koorporasi pertanian.
Rezim SBY-Boediono dalam memperlancar arus modal telah menerbitkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Masterplan ini dengan sangat vulgar telah menetapkan enam koridor untuk kepentingan investasi. MP3EI ini juga adalah penjualan terbuka yang sistematis atas aset-aset vital.
Untuk menyukseskan MP3EI rezim borjuasi telah menggodok RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. RUU ini merupakan bagian dari paket reformasi regulasi pembangunan infrastruktur di Indonesia bagi proses keterbukaan pasar dan investasi. Selain itu, RUU ini sarat dengan ‘pesanan’ asing. Beberapa-dokumen  menyebutkan bahwa RUU ini didorong oleh ADB dan Bank Dunia. RUU ini ditargetkan untuk disahkan pada tahun 2011 ini, karena merupakan salah satu prasyarat penting untuk mempelancar penyediaan tanah bagi proyek pembangunan, sesuai dengan MP3EI 2011-2025 yang telah diluncurkan pada awal tahun ini.
Di sektor pendidikan, rezim borjuasi SBY-Boediono hendak meliberalisasikan secara total dengan adanya RUU Perguruan Tinggi. RUU PT tidak lain adalah pengganti dari UU BHP sebagai skema kapitalisasi pendidikan. Totalisasi ini jelas akan mengancam kepentingan rakyat terhadap pendidikan. Pendidikan akan menjadi barang yang mahal bagi rakyat.
Dan disahkan UU intelijen pada tanggal 11 Oktober 2011 oleh rezim borjuasi akan berdampak pada kriminalisasi gerakan rakyat, baik buruh, petani, kaum miskin kota maupun gerakan mahasiswa. UU ini merupakan alat pengaman bagi keleluasaan rezim borjuasi dan kelas pemodal untuk mengeksploitasi dan menindas rakyat.
Rezim SBY-BOEDIONO dan Penindasan Terhadap Rakyat
Selama kekuasan rezim borjuasi, rakyat selalu menjadi korban keganasan sistem kapitalisme dan ketikadilan SBY-Boediono. Rezim SBY-Boediono selalu memprioritaskan kepentingan kelas pemodal dari pada kepentingan rakyat. Inilah bentuk “Sesat Pikir” rezim borjuasi!
Eskalasi kekerasan terhadap petani di Indonesia berbanding lurus dengan ekspansi lahan baik itu kelas pemodal maupun pemerintah. Konflik tanah bukanlah hal baru di negeri ini. Sejak orde baru, telah terjadi ribuan kasus konflik tanah antara rakyat dan pemerintah, dengan diiringi juga oleh ribuan kasus kekerasan oleh aparat yang mengiringinya. Perihal kekerasan ini adalah buah dari kebijakan orde baru yang sejak berkuasa tidak menjalankan UU Pokok Agraria 1960 yang berpihak kepada kaum tani. Praktik pengadaan tanah di Indonesia masih banyak menyisakan persoalan  hingga kini.
Dari data yang didapat menunjukan sepanjang  tahun 2010  terjadi 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517,159 KK yang berkonflik. Konflik agraria di awal 2011 telah menyebabkan 11 petani meninggal, 44 orang mengalami luka, baik ringan maupun berat, tujuh orang ditahan, dan ratusan rumah serta tanaman masyarakat dirusak. Posisi sebagian besar rakyat yang tidak dilindungi hak atas tanahnya, mekanisme pembebasan tanah yang bersifat otoriter/ memaksa, serta manipulasi makna ”kepentingan umum”,  merupakan catatan buruk pemerintah  dalam pengaturan dan pengadaan tanah, karena selalu rakyat yang dikorbankan. Ironisnya pelaku kekarasan terhadap petani mayoritas dilakukan oleh aparat negara (baik tentara maupun polisi).
Persoalan kelas buruh sampai sekarang ini adalan penerapan sistem kerja kontrak dan outshorcing atau Labour Market Flekxebilty sehingga berpengaruh pada kesejahteraan buruh. Dengan adanya sistem ini buruh akan dibatasi hak-haknya dan riskan terkena PHK sepihak. Pada tahun 2011, setiap bulannya tercatat rata-rata di Indonesia 18.000 buruh manufaktur dan jasa kehilangan pekerjaan. Sementara itu, kaum buruh yang masih bekerja justru dipaksa menerima upah rendah, yakni sekitar 70% penduduk masih berpenghasilan rata-rata 2 US $/ hari dan lebih rendah dibandingkan upah huruh di negara-negara Asia Tenggara. Selain itu persoalan yang dihadapi kaum buruh adalah persoalan jaminan sosial, cuti kerja, upah lembur dan uang pesangon yang hampir mayoritas tidak diberikan kepada buruh.
Persoalan kaum buruh kemudian diperparah dengan kinerja DISNAKER yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh. Pengadilan Hubungan Industri (PHI) sebagai tempat buruh mendapatkan keadilan pun telah dikuasi oleh kaum borjuasi. Hal itu terlihat dari banyaknya kasus suap oleh pengusaha terhadap hakim ataupun jaksa. Posisi rezim borjuasi tidak berupaya mensejahterakan buruh melainkan memperparah kondisi buruh dengan niatan merevisi UU Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 yang pro terhadap kelas pemodal.
Disektor pendidikan, Pendidikan Nasional telah dijadikan komoditas dan semakin hari kian masif menuju puncak liberalisasi. Proses liberalisasi pendidikan telah menghancurkan kualitas tenaga-tenaga produktif serta telah menciptakan budaya baru yang kapitalistik. Kapitalisasi pendidikan yang kejam ini telah menutup akses rakyat untuk mendapatkan hak-haknya atas pendidikan. Ironisnya sudah biaya pendidikan mahal dan kualitas pendidikan yang rendah, masih juga praktik-praktik pungutan liar dijalankan oleh lembaga pendidikan. Praktik Pengutan liar diterapkan dengan modus biaya daftar ulang siswa dengan kegunaan untuk membeli seragam, buku pelajaran, dana pembangun, dana perpustakaan dan lain sebagainya yang mencapai jutaan rupiah. Pungutan liar pun tidak hanya disekolah-sekolah namun terjadi di universitas bahkan lebih besar pungutan liarnya.
Orientasi pendidikan nasional yang disiapkan guna memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja yang murah semakin nyata dengan realisasi kebijakan menteri pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) berencana membangun puluhan SMK Model (unggulan) di seluruh zona (koridor) pertumbuhan ekonomi dengan tujuan mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di Indonesia pada 2012. SMK yang bekerja sama dengan industri dalam membuat dan menjual barang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Misalnya siswa merakit alat elektronik, alat pertanian dan sebagainya untuk keperluan industri. Dan saat ini telah diusulkan tentang pembangunan 50 SMK Model di enam zona, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Papua, dan Bali Nusa Tenggara.
Rezim borjuasi dengan agenda kapitalisasi pendidikan sejatinya telah menciptakan tragedi kemanusia, yaitu merampas hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang sudah dijamin dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 pasal 31.
Dari zaman kemerdekaan jaminan sosial adalah hak mutlak rakyat yang menjadi kewajiban negara untuk memberikan nya yang tertuang dalan UUD 45,tapi dalam perjalanan nya jaminan tersebut mulai di kurangi bahkan di hilangkan dengan berbagai kebijakan-kebijakan ASKIN (asuransi kesehatan miskin),SKTM (surat keterangan tidak mampu) itu semua adalah bentuk pengurangan jaminan sosial terhadap seluruh rakyat dan hari ini akan di terapkan kembali UU yang mengatur tentang jaminan sosial rakyat lewat UU SJSN yang mulai semakin terbukti bahwa pemerintah akan melepas tanggung jawab nya dalam hal jaminan sosial rakyat,karena dalam UU No 40 2004 kebutuhan rakyat masih terbatas pada lima hal,jaminan pemeliharaan kerja,jaminan hari tua,jaminan kecelakaan kerja,jaminan pensiun,n santunan kematian,
 sehingga prinsipnya jaminan sosial yang ada dioutsourcing kepada pihak ketiga (berdasarkan mekanisme pasar) bukan jaminan sebagaimana negara berkewajiban memberikan jaminan perlindungan terhadap kebutuhan layak massa rakyat sebagaimana dalam mukadimah .UUD 1945
Dalam UU SJSN kepesertaan yang mendapatkan jaminan terbatas pada pekerja sektor formal, terbatas pada fakir miskin menurut versi rezim borjuasi, artinya jaminan sosial tidak mencakup seluruh rakyat padahal kebutuhan layak rakyat lainnya tidak tersentuh sama sekali dalam UU No 40 2004 tentang SJSN. Hal itu berbeda dengan jaminan sosial semestinya yang mencakup seluruh rakyat. Dalam hal pembiayaan atau kemampuan negara dalam menyelenggarakan jaminan sosial tentu tidak akan mungkin negara mampu menyelenggarakan jaminan sosial manakala masih menggunakan atau tunduk pada mekanisme pasar dengan kata lain Neoliberlisme.
Rezim SBY-Boediono dan Elit Politik Borjuasi Korup
Rezim borjuasi dan elit politik borjuasi telah menunjukan watak aslinya yang tidak mengabdi terhadap kepentingan rakyat. Kinerja partai politik yang ada, baik sebagai partai berkuasa dan koalisinya maupun sebagai partai oposisi hanyalah racun dalam diri rakyat. Rakyat di”sihir” untuk mendukung partai untuk menduduki kursi kekuasaan (puast maupun daerah) akan tetapi tidak ada kontribusinya bagi kepentingan rakyat, rakyat tetap tertindas, dieksploitasi dan semakin dimiskinkan.
Rezim dan elit politik lebih tertarik pada isue-isue korupsi, baik untuk melindungi dirinya ataupun untuk menyerang lawan politiknya. Namun dalam sistem politik (demokrasi) liberal, sesungguhnya rezim dan elit politik tidak terlepas dari praktik korup. Misalnya kasus Nazaruddin yang melibatkan para petinggi partai Demokrat, kasus di kementrian ketenagakerjaan dan transmigrasi, serta kasus korup di Badan Anggaran. Ironisnya, isue-isue yang berkenaan dengan kepentingan rakyat secara langsung tidak diperjuang oleh elit-elit politik. Rakyat dibiarkan terkena PHK, rakyat dibiarkan menjadi pengangguran, rakyat dibiarkan kehilangan tanah dan rumah, rakyat dibiarkan tidak bersekolah, dll. Sekali lagi jelaslah bahwa posisi elit politik borjuasi tidak berpihak kepada rakyat, melainkan mereka berpihak terhadap kekuasan kelas pemodal.
Menjelang dua Tahun SBY-BUDIONO, isue yang berkembang adalah soal reshuffle. Disatu sisi SBY-Boediono yang gagal dalam kesejahterakan rakyat hendak menebus dosa dengan melakukan reshuffle, di pihak lain elit politik beradu pernyataan atau menuding menteri dari partai lain dan mempertahankan menterinya agar tetap bertahan. Tetapi bagi rakyat, reshuffle tidak akan merubah wajah pemerintah, rakyat tetap akan tertindas dan dimiskinkan selama sistem kapitalisme dijadikan solusi bagi SBY-Boediono.
Oleh karena itu, di bawah kepemimpinan SBY-BOEDIONO dan ELIT POLITIK BORJUASI bukan jalan kesejahteraan bagi rakyat yang diutamakan, akan tetapi jalan lapang bagi penindasan dan penghisapan terhadap rakyat Indonesia malah disiapkan selebar-lebarnya.
Melihat situasi objektif yang berkembang, yakni krisis kapitalisme yang telah melahirkan penderitaan rakyat se-dunia dan momentum 7 tahun kekuasaan SBY atau 2 tahun Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, maka KAMI DARI ALIANSI PEKALONGAN MENGGUGAT MENYATAKAN SIKAP.
DIBAWAH SISTEM KAPITALISME, REZIM SBY-BOEDIONO BESERTA PARTAI POLITIK  DAN ELIT POLITIK BORJUASI
TELAH GAGAL MENSEJAHTERAKAN RAKYAT”
Aliansi pekalongan menggugat menawarkan jalan keluar untuk kesejahteraaan rakyat Indonesia sepenuhnya:
1.      Program Reforma Agraria Sejati
2.      Program Industrialisasi Nasional Yang Kerakyatan
3.      Program Nasionalisasi Aset-Aset Dibawah Kontrol Rakyat
4.      Program Pendidikan Nasional Gratis, Ilmiah, Demokratis Dan Bervisi Kerakyatan
5.      program jaminan sosial untuk seluruh rakyat yang layak dan manusiawi
aliansi pekalongan menggugat juga menyerukan BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT dalam melawan sistem kapitalisme demi kesejahterakan rakyat

Selasa, 14 Februari 2012

sby budiyono beserta elit politiknya telah gagal mensejahterakan rakyat


ALIANSI PEKALONGAN MENGGUGAT
(SMI, KPOP, mahasiswa FAPERTA)
Situasi krisis kapitalisme yang semakin hebat ditandai terguncangnya ekonomi di benua eropa dan Amerika Serikat merupakan serangan telak ke dalam jantung kapitalisme. Krisis kapitalisme saat ini bagai kan badai yang terus menghantam fundamental ekonomi di kedua wilayah tersebut, sebagai catatan hingga akhir tahun di eropa dan amerika krisis ini membuat pertumbuhan ekonomi dunia semakin melambat, akibat dari stagnanisasi putaran modal, tidak terserapnya produk-produk konsumsi industri akibat menurunnya daya beli masyarakat eropa dan amerika serta diperparah dengan meningkatnya jumlah pengangguran di kedua wilayah yang paling kapitalistik tersebut. Jika kita menengok sebentar ke master plan percepatan ekonomi di Indonesia (MP3EI) dapat kita lihat skema besar dari upaya penyelamatan krisis kapitalisme, terutama dalam mengatur usaha-usaha mengalirkan modal, barang dan jasa yang tengah mengalami perlambatan luar biasa dari amerika dan eropa ke negara-negara dunia ke-3, terkhusus di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang tengah disiapkan untuk menjadi bumper penyelamatan krisis kapitalisme, dengan terus berupaya menguatkan perangkat-perangkat lunak pengamanan proses aliran modal, barang dan tenaga kerja dengan cara mengesyahkan regulasi yang sangat menguntungkan bagi masuknya aliran modal, barang, jasa dan tenaga kerja asing ke indonesia. Simak saja proses percepatan disyahkannya UU Pengadaan Tanah, salah satu imbas dari regulasi UU tersebut adalah adanya payung hukum bagi tindakan represif negara dan aparaturnya dalam memaksakan perampasan lahan-lahan produktif milik rakyat, akibatnya sengketa lahan antara rakyat dengan perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan izin pengelolaan lahan dari negara akan semakin terbuka. Belum lagi genap satu bulan UU. Pengadaan Tanah ini disyahkan nyata-nyata telah memakan tumbal darah rakyat Sape, Lambu dan Langgudu Kab. Bima Nusa Tenggara Barat.
Rentetan dari berbagai aksi yang dilakukan oleh masyarakat lambu dan mahasiswa berawal dari penolakan masyarakat terhadap SK Bupati Bima No 188.45/357/004/2010 tentang eksploitasi pertambangan dengan luas wilayah 24.980 Ha yang meliputi wilayah Kecamatan Lambu, Sape, Wera dan Langgudu dengan jangka waktu 4 tahun dan 1 tahun, uji kelayakan terhadap usaha pertambangan tersebut dilakukan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara, dengan Komoditas Emas dan Mineral. Rentetan aksi yang di lakukan oleh masyarakat bermula sekitar awal bulan Februari 2011 sampai kali ke 3 aksi hingga terjadi pembakaran kantor kecamatan lambu pada 10 Februari 2011, akibat aksi tersebut 5 orang masa aksi ditangkap secara paksa (Penangkapan ini dilakukan dengan penjemputan secara paksa oleh kepolisian di rumah masa aksi) dan di tahan selama 7 bulan. Sampai setelah pembebasan tahanan, aksi-aksi masa rakyat lambu dan sape terus digelar dan beberapa kali aksi tersebut disasarkan ke PEMDA maupun DPRD Kab. Bima.
Selasa 20 Desember 2011, masyarakat lambu melakukan longmach dari Desa Sumi sampai menuju pelabuhan Sape (Pelabuhan Penyebrangan Bima ke Flores NTT) untuk memboikot pelabuhan sape dengan 2 tuntutan (1). Meminta kepada bupati bima Verry zulkarnai, ST untuk membekukan dan mencabut SK Bupati Bima No 188.45/357/004/2010. (2). meminta kepolisian untuk segera membebaskan saudara Adi Supriadin. dan aksi ini rencananya akan terus berlanjut sampai bupati memberikan pernyataan penolakan dan pembekuan SK Pertambangan tersebut di depan masa aksi dan saudara Adi Supriadin di bebaskan. pada hasil kedua (rabu 21 Desember 2011) masa aksi terus tetap bertahan dengan pemboikotan pelabuhan Sape sampai hari ke 3 (kamis 22 Desember 2011) pihak ASDP Penyebrangan Sape NTT menyatakan kerugiannya mencapai 1,5 Miliyar dan pihak kepolisian dan brimob Bima dompu menyatakan sikap untuk tidak berani melawan masa aksi (Informasi dari Saudari Rizka Budiarty yang ada di lokasi aksi).
Pada Jum’at 23 Desember 2011 Kapolda NTB memberikan pernyataan untuk menyerang dan membubarakan secara paksa masa aksi yang sudah bertahan beberapa hari di Pelabuhan Bima Sape dengan bantuan 200 personil dari Brimob Kab. Sumbawa, Polda NTB, dan Brimob Kelapa Dua Jakarta. aksi penyerangan dan pembebasan secara paksa yang dilakukan oleh aparat berawal pad (Sabtu, 24 Desember 2011). Pada jam 07.00 WITA melakukan pembubaran paksa demontrasi masyarakat yang menutup akses ke Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat dari beberapa desa di kecamatan Lambu dan Sape sudah sejak sepekan lalu menutup akses ke Pelabuhan Sape, sebagai protes atas Surat Keputusan (SK) 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. SK itu menyebut hanya PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN), yang berhak mengekplorasi emas di wilayah tersebut. Pertambangan rakyat dianggap ilegal. Masyarakat menghendaki SK tersebut dicabut. Namun Bupati Bima Ferry Zulkarnaen, tiga hari yang lalu, hanya menghentikan sementara penambangan oleh SNM. Sekitar jam 11 pagi di pelabuhan sape bima dan melanjutkan penyisiran di sekitar perkampungan kecamatan lambu. Hingga hari ini tercatat terdapat 5 orang meninggal dan puluhan lainnnya terluka akibat penyerangan secara brutal yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Dengan dibukanya tambang mineral di wilayah tersebut akan menghilangkan dan bahkan menghancurkan sumber mata pencaharian dari warga setempat karena akan memakan banyak lahan produktif. Selain itu juga secara ekologis juga akan terjadi bentuk kerusakan ekosistem dan akan mematikan produktifitas lahan. Dalam hal ini kerugian dari warga akan sangat terlihat dari perampasan hak mereka atas lahan.
Dengan masukya PT Sumber Mineral Nusantara yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Arc Exploration Ltd dari Australia. Yang akan mengelola pertambangan di bima selain ia akan memperlancar arus modal dari luar, kedua dengan dibukanya pertambangan di sape, lambu dan sebagian besar wilayah di Indonesia tentunya membutuhkan alat dan perlengkapan pertambangan, yang tidak mungkin di dapatkan dari industry dalam negeri, tentunya kebutuhan akan mesin-mesin tambang dan teknologinya akan di suplay dari hasil produksi industry Negara-negara kapitalis. Jelas lah apa kepentingan kapitalis terhadap pembukaan lahan tambang di seluruh wilayah Indonesia tidak lain adalah untuk mencari pasar baru agar komoditas (hasil produksi) yang ia hasilkan dapat terserap oleh pasar.
Sementara itu, sumber daya manusia masyarakat bima yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Selain tidak memberikan basic bagi pembangunan industry tambang, sebab rakyat bima telah terbiasa menggarap tanah, sementara infrastruktur pendidikan di daerah tersebut belum mampu menjawab atas kebutuhan dalam pemenuhan sumber daya manusia yang mampu mengelola pertambangan. Karena itu potensi tenaga ahli dalam bidang pertambangan pun sangat mungkin berasal dari luar daerah tersebut atau bahkan dari luar negeri seperti di beberapa perusahaan asing di negeri ini. Sehingga dengan dipaksakannya pembukaan pertambangan di bima hanya akan memperparah proses penghilangan akses bagi sumber mata pencaharian rakyat bima, dan menutup akses bagi kesejahteraan rakyat bima. 
Beberapa hal tersebut menjadi suatu potensi bagaimana warga bergerak atas perampasan hak yang terjadi. Sampai pada bentuk kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam hal ini adalah untuk menjaga kepentingan bagi pemodal. Kemarahan warga yang ditunjukkan dengan pendudukan pelabuhan dengan tujuan penutupan akses transportasi utama adalah sebuah hal yang ditujukan untuk penghambat dari prosees kepentingan tersebut berlangsung. Termasuk pada penghilangan nyawa dari warga sebagai bentuk penghentian perlawanan warga. Bukan hal yang tabu lagi apabila kekerasan ini digunakan sebagai cara bagaimana kepentingan modal tersebut terus berjalan sebagaimana yang sudah terjadi di beberpa daerah lain.
                Meninjau dari kejadian kasus ini bukan semata – mata disebabkan atas regulasi yang dikeluarkan dari pihak pemerintah setempat. Ataupun bentuk kekerasan dari aparatur negara dengan menimbulkan korban nyawa sudah merupakan hal yang nyata dari bentuk proses masuknya kepentingan – kepentingan dari pemodal. Hak tersebut bukan semata – mata dari bentuk perampasan hak manusia dengan penghilangan nyawa, perusakan alam secara ekologis, atau proses proletarisasi masyarakat hari ini. Akan tetapi kita telisik lebih jauh dari rentetan kasus hal ini disebabkan bagaimana cara kerja sistematis dan nyata dalam rangka penyelamatan modal yang dilakukan untuk penyelamatan krisis yang terjadi dalam tubuh kapitalisme. Oleh karena itu, kami dari APM mengutuk:
DI BAWAH SISTEM KAPITALISME REZIM SBY BUDIONO DAN ELIT POLITIKNYA TELAH GAGAL MENSEJAHTERAKAN RAKYAT
-          Tolak kekerasan terhadap masyarakat
-          Tolak perusahaan–perusahaan tambang yang anti rakyat
-          Cabut UU pengadaan tanah
-          Batalkan SK bupati BIMA
-          Berikan jaminan kebebasan berekspresi, berpendapat dan berorganisasi
-          Adili aparatur negara yang bertanggung jawab atas semua tindakan kekerasan terhadap rakyat